Bisnis.com, MEDAN -- Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli menyebutkan ada tiga langkah penting untuk memitigasi lingkungan terkait pembangunan PLTA Batangtoru, Sumatra Utara.
Ahli Peneliti Utama Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Wanda Kuswanda mengatakan dari penelitian yang dilakukan sebelum 2014, total jumlah orangutan Tapanuli di kisaran 495-577 ekor. Persebaran orangutan tidak merata dengan konsentrasi tertinggi berada di lahan hutan primer di ketinggian 600 meter di atas permukaan laut (mdpl) hingga 900 mdpl.
Sisanya, terdapat di daerah sekitar proyek yakni sepanjang Sungai Batangtoru yang termasuk lahan Areal Penggunaan Lain (APL) dengan kepadatan 1 ekor di setiap luasan 250 hektare (ha). Dengan terus naiknya pembukaan lahan untuk kepentingan perkebunan, pertanian, hingga pertambangan di kawasan ini, dia menilai kemungkinan besar orangutan bakal bergerak ke wilayah yang lebih tinggi.
Wanda meminta agar komitmen mitigasi dampak pembangunan PLTA Batangtoru dilakukan secepatnya. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi dengan segera agar dampak negatif pembangunan terhadap populasi orangutan Tapanuli bisa ditekan.
Dia menggarisbawahi pembangunan koridor, pembangunan tumbuhan pakan sebagai habitat pengganti, dan tim monitoring sebagai tiga hal yang harus dipenuhi lebih dulu.
Pembangunan koridor akan mempertahankan akses bagi populasi orangutan yang tersisa kendati terdapat kegiatan di sekitarnya. Kemudian, habitat pengganti diperlukan agar makanan untuk orangutan tetap terjaga.
Terakhir, tim monitoring untuk memastikan seluruh satwa liar di sekitar lokasi proyek tetap terlindungi.
"Kita perlu segerakan tim monitoring populasi untuk meminimalisasi dampak kalau ada orangutan yang terjebak, harus segera merespons," tegas Wanda saat menghadiri diskusi tentang dampak pembangunan PLTA Batangtoru di Hotel Aryaduta, Medan, Jumat (22/2/2019).
Dia mengaku seluruh permintaan untuk upaya mitigasi dampak pembangunan telah disampaikan kepada perusahaan sejak akhir 2018, agar kegiatan proyek dan kegiatan orangutan sama-sama tak terganggu.
Meskipun seluruh proses pemenuhan masih berjalan, Wanda menyatakan belum ada laporan dan temuan bahwa populasi orangutan telah berkurang akibat proyek ini. Di sisi lain, dia justru telah mendapat laporan bila beberapa orangutan pindah ke daerah yang lebih tinggi.
"Saat ini, saya belum bisa mengatakan itu mengganggu atau menyebabkan kematian orangutan, tetapi [orangutan] bermigrasi ke wilayah yang lebih tinggi sudah terjadi dan itu hanya 1-2 ekor," tutur Wanda.
Adapun proyek yang menggandeng kontraktor asal China, Sinohydro, itu disebut hanya menggunakan lahan 90 ha dengan kapasitas sebesar 510 MW. Rencananya, proyek beroperasi pada 2022 sebagai peaker atau hanya digunakan saat konsumsi listrik menyentuh beban puncak.
Pada 2015, perjanjian penjualan tenaga listrik (Power Purchase Agreement/PPA) diteken dengan harga yang disepakati sebesar US$12,86 sen per kWh dari proyek yang bernilai investasi US$1,6 miliar itu.