Bisnis.com, PALEMBANG – Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan fokus menurunkan tingkat kemiskinan yang saat ini tercatat 13,19% atau lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 10,64%.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumsel, Ekowati Retnaningsih, mengatakan pihaknya menargetkan angka tersebut bisa turun menjadi 13% pada tahun depan.
“Arahan nasional pengembangan Sumsel tahun 2019, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7% dengan tingkat kemiskinan maksimal 13% dan tingkat pengangguran terbuka maksimal 4%,” katanya, Kamis (8/3/2018).
Menurut dia, pengurangan kemiskinan merupakan salah satu isu strategis pembangunan Sumsel tahun 2019.
"Kemiskinan memang menjadi isu strategis pembangunan tahun 2019 selain pendidikan dan kesehatan berkualitas,” katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel Yos Rusdiansyah mengatakan, tingginya tingkat kemiskinan saat ini ditengarai oleh beberapa faktor.
Diantaranya masalah perbaikan kesempatan kerja yang padat karya masih relatif kurang, dan ketersediaan pangan melalui jalur distribusi kadang terganggu.
“Rata-rata tingkat kemiskinan ini justru disumbang dari daerah pedesaan,” katanya.
Meski kurun tiga tahun terakhir angka kemiskinan terus menurun, namun jumlahnya selalu masih berada di atas rata-rata nasional.
Untuk di Sumsel, adapun daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi, yakni Musi Rawas Utara 19,49%, Lahat 16,81%, dan Musi Banyuasin 16,75%.
“Masalah ini seyogyanya harus dapat menjadi fokus perbaikan dari masing-masing pemerintah daerah,” katanya.
Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Sumsel, Sudarso mengatakan, banyak indicator makro maupun indicator kesejahteraan yang bagus.
Hanya saja ada beberapa poin yang masih menjadi pekerjaan rumah (PR) Sumsel untuk dibenahi yaitu mengenai tingkat kemiskinan yang beberapa tahun terakhir selalu berada di atas nasional.
Kemiskinan itu, kata dia, sebagian besarnya ada di pedesaan khususnya subsektor pertanian dan perkebunan, sementara dilain pihak anggaran anggaran pemerintah pusat (APBN) untuk sector tersebut tinggi berkisar Rp1 triliun setiap tahun, disertai capaian kinerja dan keuangannya bagus.
“Tapi kenapa kesejahteraan petani turun terus dari tahun ke tahun? Artinya ada masalah lain yang perlu disoroti,” katanya.
Dia menjelaskan, kalau dilihat dari kebijakan penganggaran sekarang, aspek produksi seperti cetak sawah, pembenihan, dan irigasi semuanya bagus bahkan Sumsel mampu surplus beras hingga 2,3 juta ton di tahun lalu. Akan tetapi hal itu tidak dibarengi dengan kesejahteraan petaninya.
“Dapat dikatakan ada masalah lain diluar aspek produksinya. Bisa jadi pada ditribusi dan juga hilirisasinya,” katanya.