Bisnis.com, BATAM – Implementasi PMK 229 tahun 2017 sudah mulai diimplementasikan sejak 28 Februari 2018 silam.
Namun pelaku industri masih kesulitan memanfaatkan fasilitas tersebut, karena ada sejumlah syarat yang dianggap cukup memberatkan.
“Sampai sekarang belum ada pelaku industri yang memanfaatkan in,” ujar Ketua Koordinator HKI Kepri OK Simatupang di kawasan Industri Batamindo, Rabu (7/3/2018).
PMK 229 tahun 2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian Atau Kesepakatan Internasional sejatinya memberi kemudahan bagi pelaku usaha dan industri di Batam.
Beleid tersebut memungkinkan pelaku usaha untuk mengekspor produk hasil industri ke daerah pabean lain di Indonesia tanpa dikenakan bea masuk sebesar 10 persen. Namun sejumlah persyaratan yang diterapkan untuk mendapat fasilitas tersebut dinilai masih cukup memberatkan.
Salah satunya adalah kewajiban industri menyediakan IT Inventory yang dikoneksikan dengan sistem Bea Cukai secara online dan real time. Dengan sistem ini, Bea Cukai dimungkinkan memonitor pergerakan barang keluar masuk industri penerima fasilitas tersebut.
Namun membangun IT Inventory butuh biaya yang cukup besar. Standart platform IT Inventory yang diinginkan pemerintah juga belum jelas, karena tak ada aturan teknis yang memaparkan standart yang diminta.
“Kami setuju dengan sistem ini. Tapi kami minta platformnya dibuat oleh pemerintah. Sehingga ada standarisasi. Soal Set Up IT Inventory ini sampai sekarang belum ada titik temu,” ujarnya.
Ketentuan mengenai penyampaian konversi bahan baku menjadi barang jadi serta blueprint proses produksi juga disebut terlalu memberatkan. Ketentuan ini sebaiknya dihilangkan saja. Karena akan membuat persyaratan mendapatkan fasiltias tarif preferensi dari PMK 229/ 2017 semakin rumit.
“Jika syaratnya sederhana dan ramah investasi, saya yakin ini akan jadi daya tarik sendiri untuk Batam,” imbuhnya.
Selain soal syarat, masalah logistik juga jadi dilematis tersendiri. Biaya logistik dari Batam menuju Jakarta dibandrol lebih kurang Rp 14 juta unutk kontainer 40 feet. Dengan ukuran yang sama, biaya logistik dari Singapura menuju Jakarta hanya Rp 10 juta.
Kondisi ini diperparah dengan frekuensi ransportasi logistik dari Batam menuju Jakarta yang hanya ada sekali seminggu. Sementara shipment dari Singapura menju Jakarta tersedia setiap hari.
“Di satu sisi kita diberikan kemudahan karena tak dikenakan Bea Masuk 10 persen. Tapi di sisi lain biaya logistiknya lebih mahal,” jelasnya.
Permasalahan logistik ini harus segera diperbaiki. Untuk mengoptimalkan manfaat dan nilai tambah dari implementasi fasilitas tarif preferensi, ongkos logistik harus lebih murah dan frekuensinya lebih banyak.
“Salah satu solusi bisa menggunakan Tol Laut. Tol Laut harus lewat Batam,” tuturnya.
Kepala Bidang Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi (BKLI) KPU Bea Cukai Batam, Raden evi mengatakan, perusahaan tak perlu membangun sistem IT Inventory baru untuk mendapat fasiltias tarif Preferensi.
Menurutnya, biasanya setiap perusahaan dan industri sudah punya sistem inventorynya sendiri. Sistem ini memungkinkan perusahan mengontrol stok bahan baku, barang modal dan produk yang dihasilkan.
Hampir sebagian besar industri di Batam sudah menerapkan sistem online untuk sistem inventory mereka. Biasanya ini dilakukan agar owner perusahaan yang ada di luar negeri tetap bisa mengontorl perkembangan industrinya yang ada di Batam.
“Misalnya dia di Jepang, tapi tetap bisa kontrol secara realtime apakah persediaan barang untuk kebutuhan industrinya itu masih terpenuhi atau tidak. Sebagai owner, saya tetap kontrol perkembangan dari jarak jauh,” jelasnya.
Syarat yang ditetapkan dalam PMK 229/ 2017 hanya memastikan sistem Inventory di industri tersebut bisa diakses secara online dan real time. Caranya dengan mengkoneksikan sistem yang sudah ada dengan platform yang ada di Bea Cukai Batam.
Sejauh ini sudah ada beberapa perusahaan yang berkonsultasi kepada Bea Cukai terkait fasilitas Tarif Preferensi. Keluhan terkait sistem IT Inventory juga sudah disampaikan. Bea Cukai memberikan arahan agar memanfaatkan sistem yang sudah ada.
“Jadi cukup mudah, tak perlu membangun sistem baru. Hanya memanfaatkan yang sudah ada,” jelasnya.