Bisnis.com, BATAM – Kantor Perwakilan Daerah (KPD) Bank Indonesia (BI) Kepri menginisiasi kegiatan Urban Farming di sekolah untuk menekan inflasi Volatile food. Cabai dan sayuran jadi target utama, karena kerap memicu inflasi Volatile food di provinsi kepulauan ini.
Sekolah di Batam dan Tanjungpinang jadi pilot project kegiatan ini. Dua kota ini adalah tempat pengukur inflasi Provinsi Kepri.
Kerentanan Kepri terhadap volatile food, terutama Cabai dan sayuran sudah jadi catatan menahun. Kepri, khususnya Batam dan Tanjungpinang bukan daerah penghasil, sehingga kebutuhan pangan bergantung terhadap distribusi dari daerah penghasil.
Berharap ke daerah penghasil membuat suplai bahan kebutuhan pokok tak sangat bergantung kepada sejumlah faktor. Terutama kondisi panen di daerah penghasil dan kelancaran transportasi pendukung logisitk.
Jika salah satu faktor tak menunjukan indikator positif, maka suplai kebutuhan pokok ke provinsi kepulauan ini terhambat. Tak jarang terjadi kelangkaan sejumlah komoditas, seperti cabai, sayuran hingga beras. Hal ini tentu memicu kenaikan harga dan inflasi.
Membuka lahan pertanian di Batam dan Tanjungpinang terbilang sulit. Kedua kota ini tak punya tanah yang luas untuk pertanian. Batam punya kendalanya sendiri. Lahan di kota Industri ini tak dirancang untuk pengembangan sektor pertanian.
“Urban Farming cocok untuk pertanian di daerah perkotaan yang punya lahan terbatas,” ujar kepala KPD BI Kepri Gusti Raizal Eka Putra.
Tahun lalu KPD BI Kepri sudah mencoba menginisiasi kegiatan serupa. Kegiatan dikemas dalam helatan lomba urban farming antar kelurahan di Batam dan Tanjungpinang. Hasilnya cukup memuaskan. Pemenang mampu menghasilkan produk tanaman organink bernilai tinggi, kemudian jadi pemasok utama ke sejumlah retail modern di Kepri.
“Tahun lalu antar kelurahan, tahun ini kia coba masuk ke sekolah,” jelas Gusti.
Praktek urban farming dengan memanfaatkan lahan kosong di sekolah. Tak perlu ada hamparan lahan kosong yang luas, tapi lebih kreatif memanfaatkan alhan yang terbatas. Yang penting lahannya mendapat sinar matahari yang cukup.
BI Mendorong kegiatan ini menadji salahs atu ekstrakulikuler di sekolah. Unutk membantu prakteknya, BI akan menyediakan tenaga utnuk emlatih keterampilan siswa melaksanakan urban farming.
Salah satu yang akan diberikan adalah pelatihan pembuatan pupuk. Langkah ini untuk mengurangi ketergantungan tehadap pupuk kimia. Semua menggunakan lahan-lahan organik, sehingga produk yang dihasilkan lebih sehat dibanding produk non organik.
Siswa ini juga akan diajarkan mengatur manajemen pertaniannya. Sehingga mereka panen di saat-saat paceklik, atau suplai kebutuhan pokok dari luar kota sedang menipis. Entah karena musim, atau karena belum masa panen di daerah penghasil.
“Kita bisa lihat data dan informasinya dengan lengkap. Sehingga perhitungannya tepat,” kata dia.
Setelah panen, akan ada penilaian khusus unutk mencari pasar yang menerima produk. Kegiatan ini juga menggali lebih dalam jiwa wirausaha siswa. Mereka dituntut mencari pasr yang tepat untuk menerima produk pertanian organik yang mereka hasilkan.
BI akan coba mencoba membagi komoditas yang akan ditanam. Sehingga jumlah prioduk yang dihasilkan lebih seimbang. Dengan demikian dipastikan tak ada over usplai yang mengakibatkan kerugian bagi produsen.
“Jangan semua nanam cabai. Begitu panen, harganya jadi turun. Nanti bisa jadi kerugian sehingga dampaknya tak berlanjut,” jelasnya.