Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sistem Pengamanan Pangan di Sumbar Perlu Berbenah, Ini Penjelasan BI

Sumbar memiliki hasil pertanian yang cukup melimpah, mulai dari hasil tanaman pangan hingga untuk tanaman hortikultura.
Hamparan pertanian di Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatra Barat, Selasa (5/3/2024). Bisnis/Muhammad Noli Hendra
Hamparan pertanian di Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatra Barat, Selasa (5/3/2024). Bisnis/Muhammad Noli Hendra

Bisnis.com, PADANG - Provinsi Sumatra Barat yang memiliki hasil pertanian yang cukup besar dinilai perlu untuk memiliki sebuah badan usaha yang bergerak di sektor Agro sebagai upaya pengendalian pengamanan ketersediaan pangan.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar M. Abdul Majid Ikram mengatakan Sumbar memiliki hasil pertanian yang cukup melimpah, mulai dari hasil tanaman pangan hingga untuk tanaman hortikultura. Namun yang terjadi di lapangan, Sumbar masih saja menghadapi kenaikan sejumlah harga kebutuhan pokok di pasar.

"Saya melihat hanya hasil minyak bumi saja yang tidak ada di Sumbar ini, selebihnya ada. Apalagi hasil pertaniannya, seperti padi, cabai, bawang merah, sayur-sayuran, ikan, peternakan dan lainnya, melimpah malah. Pertanyaannya, kenapa masih saja ada terjadi kenaikan harga kebutuhan pokok itu, seperti harga beras," ujar Majid, Rabu (11/9/2024).

Melihat dari data Dinas Pangan Sumbar 2024, produksi padi gabah kering giling (GKG) di Sumbar mencapai 1,5 juta ton rata-rata per tahun atau dikonversi ke beras menjadi sebanyak 891.000 ton, dari jumlah produksi itu kebutuhan beras di Sumbar 691.000 ton per tahun. Artinya ketersediaan beras di Sumbar surplus sebesar 98.000 ton per tahunnya.

Dari jumlah penduduk Sumbar 5,8 juta jiwa (data 2024) dan adanya ketersediaan beras yang surplus, seharusnya tidak terjadi kenaikan harga beras di pasar.

"Harga beras itu naik, bila kebutuhan beras di Sumbar itu dipasok dari luar daerah. Tapi kondisi yang terlihat, tidak begitu. Ketersediaan bahkan surplus dan itu diproduksi dari kabupaten dan kota yang ada di Sumbar," ujarnya.

Menurutnya bila melihat dari kondisi tersebut, seharusnya harga beras di Sumbar berada pada kondisi yang normal. Karena dari segi kebutuhan beras, sudah mampu dipenuhi oleh produksi di dalam daerah, dan sisanya (surplus) bisa dijual ke luar daerah, agar ekonomi petani pun turut berdampak positif.

Untuk itu, Majid menyampaikan ada yang perlu dibenahi dari sisi pengendalian pasokan pangan di Sumbar. Solusi dari hal itu, perlu ada BUMD Agro yang nantinya memiliki peran pengendalian pengamanan pasokan pangan, sehingga rantai produksi hingga ke perdagangannya terpantau dengan baik.

"Sudah seharusnya Sumbar punya BUMD Agro. Dan sangat disayangkan bila sebuah daerah yang punya produksi hasil pertanian yang melimpah malah tidak ada BUMD Agro. Akibatnya, seperti yang terjadi saat ini, harga kebutuhan pokok tidak terkendali," ujarnya.

Dikatakannya belajar pada BUMD Agro yang dimiliki Pemprov Jawa Tengah, keberadaan BUMD nya mampu untuk mengendalikan atau mengamankan ketersediaan pangan di daerah tersebut. Hasilnya, Jateng menjadi daerah penyangga pangan nasional.

Di satu sisi, Majid mengaku tidak mudah untuk menjalankan BUMD Agro, karena butuh orang-orang yang profesional. Untuk itu, bila kedepannya Sumbar menjalankan sebuah BUMD Agro, ada banyak hal yang perlu dipersiapkan.

"Kalau bangun BUMD saja, gambang. Tapi lebih ngeri, sudah dibangun tapi manajemennya bukan dari orang profesional yang mengelola. Kalau tidak profesional, maka BUMD Agro berjalan tidak sesuai harapan," tegasnya.

Selain pengelola, hal yang perlu disiapkan oleh pemda adalah untuk menciptakan pasarnya. Namun persoalan pasar itu, langkah awal BUMD Agro bisa berjalan, kepala daerah yang sebagai pemegang kebijakan bisa menggerakan ASN yang ada di seluruh kabupaten dan kota menjadi pangsa pasar BUMD Agro.

"Jadi BUMD mengambil dari hasil pertanian, dan kemudian dijual dan pangsa pasarnya itu untuk awal-awal ke ASN saja dulu. Kalau dihitung-hitung, bisa ratusan juta bisa dikumpulkan per tahunnya. Dan ini potensi bagus untuk BUMD dan turut membuat mengamankan ketersediaan pangan di Sumbar," ungkapnya.

"BUMD nya jangan berpikir masuk ritel dulu, tapi ciptakan pasar internal saja. Jika Pemprov Sumbar serius, kondisi ini bisa belajar ke BUMD Agro Jateng dan ke ID FOOD juga," sambungnya.

Sementara itu, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setdaprov Sumbar Arry Yuswandi mengatakan sebelumnya Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar telah mengusulkan untuk mendirikan BUMD Agro itu, tapi tidak mendapat persetujuan dari Kemendagri.

"Jadi Kemendagri mengarahkan Pemprov untuk memaksimalkan badan usaha yang telah dibentuk, seperti menjadikan TTIC (Toko Tani Indonesia Center) yang ada di Bypass Padang menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Agro," ujarnya.

Arry menyatakan untuk benar-benar menjalankan BLUD Agro itu, Pemprov Sumbar menyadari ada sejumlah kendala yang dihadapi. Mulai dari segi pembiayaan atau permodalan perlu dikuatkan kembali, hingga pentingnya melakukan pembenahan pada manajemennya.

"Manajemen BLUD pun perlu dibenahi. Kalau tidak demikian, modal yang banyak tidak menjamin kalau manajemen tidak mampu mengelolah terkelola BLUD dengan baik," tegasnya.

Kemudian untuk pola TTIC jadi BLUD Agro itu, perannya jadi double, selain nanti tetap menjalankan peran TTIC yakni cadangan pangan, nantinya BLUD juga berperan melayani kebutuhan masyarakat terhadap pangan.

"Sekarang progres menjalaknan fungsi dari TTIC menjadi BLUD ini menunggu SK penetapan Gubernur Sumbar," tutupnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper