Bisnis.com, PEKANBARU -- Pemerintah Provinsi Riau mendorong pelaksanaan program Pasar Murah, sebagai salah satu upaya pengendalian inflasi di wilayah tersebut.
Gubernur Riau Syamsuar menyebutkan pada tahun ini sudah dilaksanakan beberapa kali operasi pasar murah di kabupaten dan kota.
"Untuk tahun lalu pasar murah sudah dilaksanakan di 42 titik di 11 kabupaten dan kota. Tahun ini dari data kami Januari kemarin sudah ada program pasar murah sebanyak lima kali di Kota Pekanbaru," ujarnya, Senin (20/2/2023).
Menurutnya pemprov perlu dukungan dari setiap pemda kabupaten dan kota dalam pelaksanaan program pasar murah. Dengan adanya kolaborasi tersebut diyakini angka inflasi di Provinsi Riau dapat ditekan lebih rendah dibandingkan sebelumnya.
Selain pasar murah, Pemprov Riau bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) juga telah melakukan sejumlah upaya pengendalian inflasi seperti memantau ketersediaan stok di distributor, melakukan kerja sama dengan daerah penghasil di perbatasan antarprovinsi. Kemudian, merealisasikan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk pengendalian inflasi, melakukan kelancaran transportasi dan mendukung kelancaran logistik, dan menggencarkan gerakan menanam.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), angka inflasi yoy di Riau mencapai 6,72 persen atau tertinggi nomor dua di Indonesia setelah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Ada tiga kabupaten/kota yang menjadi acuan inflasi Riau yakni yakni Kabupaten Indragiri Hilir atau Kota Tembilahan dengan inflasi sebesar 3,95 persen, Kota Pekanbaru sebesar 6,95 persen, dan Kota Dumai sebesar 6,63 persen. Sementara saat ini inflasi nasional hanya di angka 5,28 persen.
Menyikapi itu, Syamsuar meminta tiga daerah itu yakni Pekanbaru, Dumai, dan Tembilahan segera membuat gebrakan untuk menekan inflasi. Sebab tiga daerah itu menjadi indikator penilaian inflasi di Riau.
"Kota Pekanbaru ini paling tinggi inflasinya 6,95 persen, hampir 7 persen sama dengan Sumbar. Kota Dumai juga 6,63 persen, dan Inhil 3,95 persen. Tolong ini menjadi perhatian serius," ujarnya.
Sejumlah komoditas yang memberi andil naiknya inflasi di Riau diantaranya, beras 0,58 persen, cabai merah 0,41 persen, rokok keretek 0,36 persen dan bawang merah 0,16 persen.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Riau Muhamad Nur menyebutkan mengingat karakteristik Riau yang bukan daerah produsen, tentu upaya kemandirian pangan tidak dapat sepenuhnya dicapai.
Menurutnya selain upaya peningkatan produksi, Riau juga terus mengupayakan kerjasama antar daerah (KAD) untuk menjamin ketersediaan pasokan.
"Saat ini, Riau telah memiliki beberapa komitmen KAD baik yang sifatnya government to government (G2G) maupun business to business (B2B) untuk berbagai komoditas pangan seperti beras, aneka cabai, bawang, dan sayuran. Kedepannya, perluasan KAD ini akan terus dioptimalkan untuk memastikan kebutuhan pasokan dapat terpenuhi," ujarnya.