Bisnis.com, PEKANBARU-- Di saat masyarakat kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar, SPBU di Indragiri Hulu, Riau ini malah mengutamakan penjualan solarnya kepada pembeli dengan jeriken. Padahal, praktik ini dilarang apabila tidak membawa surat rekomendasi pihak terkait.
Informasi ini viral di media sosial melalui tayangan video di akun @kardubalap. Pembuat video yang merupakaan supir truk itu harus antre lama untuk mendapatkan solar, namun saat tiba di dekat pompa BBM dia mendapati puluhan jeriken sedang tersusun untuk kemudian diisi sendiri oleh pembeli.
Section Head Communication and Relation Pertamina Patra Niaga Sumbagut, Agustiawan mengatakan memang SPBU yang berlokasi di Pasar Belilas, Indragiri Hulu, Riau tersebut sudah terbukti menjual solar kepada konsumen dengan jeriken.
"SPBU tersebut sudah diberikan sanksi baik berupa Surat Teguran 1, penggantian selisih harga biosolar dengan harga keekonomian, dan bahkan penghentian sementara penyaluran produk ke SPBU tersebut," ujarnya Selasa (15/3/2022).
Selain itu, Pertamina menurutnya juga memberikan sanksi kepada karyawan yang masih melayani pengisian ke jeriken pembeli, apabila tanpa disertai surat rekomendasi dari SKPD setempat.
Menurutnya peristiwa ini yang terekam di video tersebut terjadi pada 7 Maret 2022 lalu, dan sanksi oleh pihaknya sudah langsung diberikan hari berikutnya yaitu 8 Maret 2022.
Sebelumnya Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Riau meminta kepada masyarakat dan pelaku industri yang tidak berhak membeli bahan bakar minyak (BBM) solar bersubsidi, untuk beralih ke produk non subsidi seperti Dexlite dan Pertamina Dex.
Ketua Hiswana Migas Riau, Tuah Laksamana mengatakan harapan ini sebenarnya sudah didukung dengan adanya surat edaran Gubernur Riau tentang penggunaan Jenis Bahan bakar Tertentu (JBT) solar bersubsidi tersebut.
"Jadi melalui surat edaran itu sudah dijelaskan bahwa tidak semua mobil atau kendaraan diperbolehkan membeli solar bersubsidi ini, tujuannya agar masyarakat paham. Seperti mobil pribadi dibatasi, kemudian untuk kendaraan industri seperti truk bawa batubara, CPO sawit, truk molen, dan lain-lain kegiatan usaha itu tidak dibenarkan membeli solar bersubsidi," ujarnya.
Menurutnya kendaraan industri tersebut harus membeli dan menggunakan BBM nonsubsidi. Namun memang kendalanya adalah para supir angkutan itu merupakan pihak ketiga dari barang yang diangkut, sehingga harus ada upaya komunikasi dan penyampaian kepada pemberi kerja supir tersebut.
Upaya itu seperti komunikasi dan menginformasikan kepada pemberi kerja atau pemilik barang untuk menggunakan BBM nonsubsidi bagi angkutannya.
Sehingga truk industri dan komersial tadi harus mengambil BBM di pool masing-masing, dan bukan malah ke SPBU mengantre BBM solar bersubsidi seperti yang marak terjadi saat ini.
"Sudah dibuat juga pembatasannya itu yakni maksimal 100 liter sehari untuk truk roda 6, 60 liter sehari untuk mobil roda 4 angkutan umum, dan 40 liter sehari untuk mobil pribadi. Tapi ini tadi tujuannya untuk yang berhak mendapatkan agar kuota solar bersubsidi mencukupi. Kalau yang tidak berhak kami ajak ayo sama-sama beralih ke BBM nonsubsidi yang lebih bagus kualitasnya. Jangan lagi beli solar bersubsidi."