Bisnis.com, PEKANBARU – Sebuah model kerja sama multipihak dalam penyelamatan Gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatranus) akan dijalankan di Provinsi Riau.
Kerja sama tersebut dirancang untuk mengurangi kerentanan hidup Gajah Sumatera akibat konflik maupun perburuan manusia. Upaya konservasi dilakukan secara terintegrasi mulai dari penyelamatan populasi hingga, yang sering terlupakan, pembinaan habitat.
Inisiatif itu terwujud menyusul penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara PT. Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) dan Perkumpulan Gajah Indonesia (PGI) di Jakarta pada Selasa (18/2). Penandatanganan dilakukan oleh Senior Vice President Corporate Affairs PT CPI Wahyu Budiarto dan Manager Program PGI Wishnu Sukmantoro.
”Kerja sama penyelamatan Gajah Sumatera ini selaras dengan salah satu nilai perusahaan kami, yakni Melindungi Manusia dan Lingkungan,” ucap Wahyu Budiarto.
Acara penandatanganan tersebut disaksikan oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno dan Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Suharyono.
’’Saya berharap kerja sama multipihak ini dapat menjadi cikal-bakal konservasi Gajah Sumatera di daerah lainnya. Upaya konservasi seperti ini harus menjadi gerakan bersama, tidak hanya dilakukan oleh pemerintah,” ujar Wiratno.
Kerja sama PT CPI – PGI mencakup pemasangan tiga unit GPS Satellite Collar dan delapan unit kamera jebak (camera trap), pemantauan populasi, serta pembinaan habitat. Pemasangan GPS Satellite Collar bertujuan mengetahui dan memantau pergerakan kawanan gajah melalui satelit sehingga potensi konflik dengan manusia dapat dimitigasi secara dini.
Selain itu, alat tersebut dapat memberikan data awal sebagai dasar penghitungan perkiraan berat badan gajah. Sementara untuk kamera jebak akan dipasang di area perlintasan gajah guna memberikan informasi secara visual.
Kelompok gajah yang menjadi prioritas saat ini adalah kelompok Balai Raja dan Petapahan. Menurut Suharyono, populasi kelompok Balai Raja diperkirakan 25 ekor di mana sebagian lainnya berada di Giam Siak.
Di kawasan Balai Raja, habitat gajah dengan tutupan hutan yang memadai hanya tersisa 200 hektar di Hutan Talang yang dikelola oleh PT CPI. Kawanan gajah tersebut juga sering melintasi perumahan karyawan PT CPI di Duri.
Namun, karena perlintasan gajah di perumahan itu terpelihara dengan baik, konflik dengan para penghuni dapat dihindari. Karyawan PT CPI juga telah dibekali pemahaman tentang apa yang harus dilakukan ketika berjumpa dengan kawanan satwa yang dilindungi tersebut.
Sementara itu, kelompok Petapahan diperkirakan 11 ekor yang menjelajah area Pusat Latihan Gajah (PLG) Minas dan Taman Hutan Rakyat Sultan Syarif Hasim (Tahura SSH). ”Potensi konlfik dengan manusia cukup tinggi karena area jelajah gajah telah berubah menjadi areal perkebunan dan permukiman,” tutur Suharyono.
Elemen penting lainnya dalam kerja sama ini adalah pembinaan habitat. ”Salah satu evaluasi konservasi gajah di Indonesia dalam 10 tahun terakhir adalah terlupakannya pembinaan habitat. Akibatnya laju degradasi habitat semakin tinggi,” tutur Wishnu Sukmantoro.
Pembinaan habitat di Hutan Talang akan dijalankan melalui pembersihan gulma dan pembuatan blok mineral untuk menekan intensitas konflik di kebun masyarakat.
Program investasi sosial PT CPI lainnya di bidang lingkungan di antaranya Program Bank Sampah di Pekanbaru, Bengkalis, dan Siak bekerja sama dengan Universitas Lancang Kuning; konservasi mangrove bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN); serta Program Desa Peduli Api di Siak dan Rokan Hilir bekerja sama dengan Badan Restorasi Gambut (BRG).