Bisnis.com, PALEMBANG -- Kualitas kopi asal Sumatra Selatan hingga kini masih menjadi persoalan sehingga membuat daerah tersebut sulit bersaing di pasar ekspor.
Direktur Eksekutif Bank Indonesia Yunita Resmi Sari mengatakan, sebagian besar petani di Sumsel tidak menerapkan petik merah sehingga kualitas dari biji kopi menjadi rendah.
“Ini sebenarnya bukan hanya terjadi di Sumsel, tapi juga beberapa daerah di Indonesia, yakni ada masalah dari sisi kualitas,” katanya baru-baru ini.
Sementara, ia melanjutkan, komoditas kopi memiliki standar tertentu agar layak diekspor ke luar negeri.
Bukan hanya dari sisi kualitas, tapi juga dari sisi kuantitas yakni adanya jaminan bahwa suplai akan kontinu.
“Persoalannya, jika permintaan tinggi terkadang terjadi penurunan kualitas,” kata Yunita.
Oleh karena itu, para pemangku kepentingan sektor kopi hendaknya dapat membenahi sisi hulu ini dengan cara mengedukasi petani.
Selain itu, sisi hilir juga diperhatikan seperti keberadaan infrastruktur penunjang untuk membangun industri kopi.
"Hingga kini Sumsel belum memiliki pelabuhan laut. Jika ini sudah ada, bisa jadi daerah ini menjadi pionir untuk industri kopi, seperti yang sudah dilakukan Vietnam," kata dia.
Produktivitas petani kopi Sumatera Selatan masih rendah jika dibandingkan daerah lain karena rata-rata per tahun hanya 0,6 ton--0,9 ton per hektare.