Bisnis.com, MEDAN - Elemen buruh yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Provinsi Sumatera Utara (DPW FSPMI Sumut) menyatakan kecewa terhadap Gubernur Sumut Edy Rahmayadi yang resmi telah menetapkan UMP 2019 sebesar Rp2.303.403,43.
Ketua FSPMI Sumut Willy Agus Utomo mengatakan, penetapan UMP itu sudah melanggar Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tentang Upah Layak Bagi Kaum Pekerja Buruh tentang penetapan UMP harus berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL) yang dihitung atas kebutuhan sandang, pangan dan papan.
"Hitungan kami setelah melakukan survei kebutuhan hidup layak di Sumut, maka upah buruh itu harusnya ada di angka Rp2,9 juta Rupiah. Karena itu kami meminta UMP Sumut dinaikkan menjadi Rp2,8 juta," kata Willy, Kamis (1/11/2018).
Dia berharap Gubernur Sumut Edy Rahmayadi segera menarik kembali keputusan penetapan UMP Sumut 2019 dan melakukan revisi dengan mendengarkan aspirasi kaum buruh dan pekerja. “Kami meminta Gubernur Sumatera Utara dalam hal ini Bapak Edy Rahmayadi yang baru dilantik, peduli dan peka dengan kesejahteraan buruh," ujarnya.
Willy mengungkapkan, jika Pemprov Sumut tetap memaksakan angka itu untuk UMP baru, maka buruh tidak akan tinggal diam dan akan menempuh berbagai upaya agar aspirasinya didengar pemerintah. Salah satunya dengan melayangkan gugatan ke PTUN dan Mosi tidak percaya kepada Gubsu yang baru.
"Selain itu, kami juga akan menggelar demonstrasi Aksi Bela Upah setiap Senin di depan kantor gubernur. Bahkan kita akan membuat gerakan mosi tidak percaya kepada Gubsu," ucapnya.
Willy Juga kecewa atas rekomendasi Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) Sumut khususnya unsur dari perwakilan serikat pekerja/serikat buruh, menurutnya, harusnya perwakilan buruh di Depeda berani berjuang untuk menolak kenaikan UMP Sumut yang teralalu murah itu.
"Kami juga meragukan letigimasi mereka sebagai perwakilan buruh, Serikat Pekerja di Sumut ada bekisar 30-an, dan rata rata menolak kenaikan UMP yang hanya murah itu" kata Willy Agus Utomo yang saat ini juga di usung buruh untuk duduk di Pileg DPRD Deli Serdang 2019 mendatang.
Lebih lanjut Willy meminta, harusnya upah buruh dihitung sesuai kebutuhan hidup layak (KHL) kaum buruh, yakni meliputi berapa biaya hidup seorang buruh lajang.
"Harusnya upah bukan ditetapkan berdasarkan Inflasi plus pertumbuhan ekonomi,tetapi survei harga kebutuhan pokok hidup buruh dalam sebulan meliputi, sandang, pangan, papan, para pekerja" papar Willy.