Bisnis.com, MEDAN – Perkembangan ekspor karet dan barang olahan dari karet asal Sumatra Utara hingga Juli 2018 mengalami koreksi yang cukup dalam akibat sejumlah faktor, antara lain pelemahan ekonomi negara-negara mitra dagang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dikutip Bisnis, pada Selasa (18/9/2018), komoditas karet dan produk olahannya masih menjadi kontributor utama ekspor Sumut selain komoditas lemak dan minyak hewan/nabati.
Dari total ekspor Sumut yang berjumlah US$5.104,72 juta per akhir Juli 2018, kotribusi karet dan produk olahannya mencapai 14,07% atau sebesar US$718,58 juta.
Meski masih cukup besar, pada dasarnya ekspor komoditas tersebut patut menjadi perhatian karena sudah terkoreksi cukup tajam. Sepanjang tujuh bulan tahun lalu, nilai ekspor karet dari Sumut tembus US$917,98 juta. Dengan kata lain, kinerja pada tahun ini turun US$199,39 juta atau sebesar 21,72% secara year on year.
Dari 10 komoditas ekspor andalan Sumut, penurunan ekpor karet termasuk yang paling parah, bersamaan dengan golongan buah-buahan yang juga anjlok 22,95% secara tahunan.
Padahal, selama ini produk-produk perkebunan, pertanian dan manufaktur adalah andalan provinsi Sumut.
Baca Juga
Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut menuturkan pertumbuhan ekspor pada tahun ini memang tertekan dibandingkan tahun lalu akibat adanya perang dagang antara Amerika Serika – China, dua negara yang selama ini merupakan pasar utama ekspor karet.
“[Nilai ekspor karet] Januari – Juli 2018 versus 2017 memang turun disebabkan beberapa hal, seperti permintaan ke Indonesia berkurang dan adanya perang dagang AS-China,” kata Sekretaris Gapkindo Sumut, Edy Irwansyah, kepada Bisnis, belum lama ini.
Realisasi nilai ekspor karet Sumut ke kedua negara tersebut masing-masing tercatat US$148,41 juta dan US$54,18 juta sepanjang Januari – Juli 2018, turun 10,27% dan 54,86% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Keduanya menempati ranking pertama dan ketiga dalam daftar pasar utama ekspor Sumut.
Edy menerangkan, selain AS dan China, penurunan permintaan tersebut pada dasarnya terjadi hampir merata di semua pasar tujuan ekspor. “Apalagi ada krisis Turki, ekspor karet Sumut ke Turki menempati posisi ke-5,” tambahnya.
Dalam catatan BPS, nilai ekspor karet Sumut ke Jepang juga turun 18,03% sepanjang tujuh bulan pertama tahun ini, dari sebelumnya US$153,46 juta menjadi hanya US$125,80 juta.
Setali tiga uang, kondisi ekspor karet ke India juga terpangkas 10,38% secara year on year menjadi US$48,60 juta. Sementara itu, ekspor ke Turki relatif stagnan degan pertumbuhan 2,64% menjadi US$39,23 juta.
Dalam kesempatan terpisah, Suhaedi, Kepala Departemen Bank Indonesia Regional Sumatra, mengatakan guna meningkatkan stabilitas ekonomi, Sumut harus mempercepat pengembangan sektor-sektor lain di luar perkebunan dan pertanian, salah satunya yakni sektor pariwisata.
Pasalnya ketergantungan pada komoditas tertentu seperti CPO dan karet dinilai rentan lantaran sensitif dengan fluktuasi harga dan ketidakpastian perekonomian global.
“Apalagi sekarang ini perekonomian dunia mengalami perlambatan seperti di Eropa, Tiongkok, Jepang, meskipun ekonomi AS mampu tumbuh lebih tinggi. Karena itu percepatan pembangunan pariwisata, khususnya Danau Toba, sangat penting dalam menjaga pertumbuhan dan stabilitas ekonomi Sumut,” katanya.
Sebagai gambaran, Suhaedi mengatakan pertumbuhan ekonomi Sumatra pada kuartal II/2018 tercatat sebesar 4,65% di bawah rata-rata pertumbuhan nasional sebesar 5,27%.
Secara khusus, pertumbuhan Sumut mengalami akselerasi ke level 5,30% dari sebelumnya sebesar 4,73% pada akhir kuartal II/2017.