Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sumatra Utara: Ekspor Turun, Impor dari Tiongkok Justru Meningkat

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatra Utara, nilai impor tercatat sebesar US$539,69 juta, mengalami peningkatan sebesar 17,77 persen atas dasar CIF (cost, insurance and freight).
Foto udara aktivitas bongkarmuat di dermaga bongkar muat peti kemas/Antara
Foto udara aktivitas bongkarmuat di dermaga bongkar muat peti kemas/Antara

Bisnis.com, MEDAN - Walau nilai ekspor Sumatra Utara menurun, nilai impor provinsi ini pada November 2021 justru meningkat dibanding Oktober 2021.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatra Utara, nilai impor tercatat sebesar US$539,69 juta, mengalami peningkatan sebesar 17,77 persen atas dasar CIF (cost, insurance and freight).

Sedangkan pada Oktober 2021 lalu, nilainya tercatat US$458,24 juta. Bahkan, nilai impor pada November 2021 meningkat drastis hingga 74,08 persen dibanding periode yang sama tahun 2020.

"Bila dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya, nilai impor mengalami kenaikan sebesar 74,08 persen," kata Koordinator Fungsi Distribusi BPS Sumatra Dinar Butar-butar, Selasa (4/1/2022).

Menurut golongan penggunaannya, barang modal tercatat turun sebesar 31,52 persen pada November 2021 dibanding Oktober 2021.

Sedangkan bahan baku atau penolong tercatat naik sebesar 19,44 persen bersama barang konsumsi yang juga naik sebesar 81,26 persen.

Pada November 2021, golongan barang yang mengalami kenaikan nilai impor terbesar adalah bahan bakar mineral sebesar US$35 juta atau 37,05 persen.

Tiongkok merupakan negara pengimpor terbanyak ke Sumatra Utara. Yaitu mencapai US$152,45 juta. Sehingga menyumbang 28,25 persen dari total impor Sumatra Utara.

Kemudian diikuti Malaysia sebesar US$98,44 juta atau 18,24 persen dan Singapura sebesar US$61,97 juta atau 11,48 persen.

Sebelumnya, nilai ekspor Sumatra Utara melalui pelabuhan muat mengalami penurunan pada November 2021 dibanding Oktober 2021.

Yaitu dari US$1,10 miliar menjadi US$988,88 juta atau turun sebesar 10,12 persen. Akan tetapi, nilai tersebut tercatat meningkat sebesar 37,12 persen bila dibandingkan November 2020.

Menurut Dinar, golongan barang yang menyumbang penurunan ekspor pada November 2021 dibanding Oktober 2021 adalah lemak dan minyak hewan atau nabati.

"Penurunannya sebesar US$188,23 juta atau -33,89 persen," kata Dinar.

Di sisi lain, terdapat golongan barang tertentu yang tercatat justru mengalami kenaikan ekspor pada November 2021 dibanding Oktober 2021. Di antara yang mengalami peningkatan tertinggi adalah golongan karet dan barang dari karet, yaitu sebesar US$18,36 juta atau meningkat 16,58 persen.

"Diikuti golongan bahan kimia organik naik sebesar US$11,28 juta atau 19,77 persen," ujar Dinar.

Jika didasarkan pada klasifikasi sektor, pertanian tercatat mengalami kenaikan ekspor senilai US$5,75 juta atau 12,50 persen pada November 2021 dibanding Oktober 2021.

Sedangkan sektor industri tercatat turun sebesar US$117,06 juta atau -11,10 persen. Serupa dengan dan sektor pertambangan dan penggalian yang juga turun US$43,00 juta atau -88,99 persen.

"Kontribusi nilai ekspor sektor industri terhadap total nilai ekspor November 2021 sebesar 94,77 persen, lalu
sektor pertanian sebesar 5,23 persen. Kemudian sektor pertambangan dan penggalian, sektor minyak dan
gas, serta sektor lainnya sebesar 0,00 persen," kata Dinar.

Untuk pasar, Tiongkok masih menjadi negara tujuan ekspor terbesar pada November 2021. Yaitu menyumbang US$159,41 juta. Disusul Amerika Serikat sebesar US$128,50 juta dan Rusia sebesar US$56,87 juta.

"Kontribusi ketiganya mencapai 34,87 persen," kata Dinar.

Menurut kelompok negara utama tujuan ekspor pada November 2021, ekspor ke kawasan Asia (di luar ASEAN) merupakan yang terbesar dengan nilai US$312,27 atau 31,58 persen.

Menurut pengamat ekonomi asal Universitas Islam Negeri Sumatra Utara Gunawan Benjamin, minyak mentah kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) masih jadi komoditas ekspor utama Sumatra Utara.

Penurunan yang terjadi pada November 2021 lalu disebabkan penurunan harga CPO global.

Pada Oktober 2021 lalu, harganya sempat menyentuh 5.100 ringgit per ton. Rata-rata di atas 4.900 ringgit per ton. Namun harga CPO mengalami fluktuasi pada November 2021. Yakni rentang 4.700-5.000 ringgit per ton

"Nah yang paling penting adalah terjadi peningkatan ekspor secara volume atau kuantitas. Kalau hanya mengharapkan harga, ini kan berfluktuasi terus," kata Gunawan.

Jika mengacu pada harga, lanjut Gunawan, maka kinerja ekspor Sumatra Utara pada Desember 2021 diprediksi akan tetap rendah jika nantinya dibandingkan dengan catatan November 2021.

"Karena harga CPO sempat menyentuh level 4.295 ringgit per ton. Meskipun saat ini harga berbalik di kisaran 4.800-an ringgit per ton. Di sisi lain, kenaikan ekspor karet ini kita harapkan terus berlanjut di tahun yang akan datang," pungkas Gunawan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ajijah

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper