Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

La Nina Picu Inflasi di Sumut

Fenomena La Nina yang terjadi pada periode awal musim hujan ini berpotensi mengakibatkan gagal panen di sektor pertanian Sumatra Utara. Secara historis, La Nina berperan mendorong inflasi di Sumatra Utara.
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, MEDAN - Fenomena La Nina yang terjadi pada periode awal musim hujan ini berpotensi mengakibatkan gagal panen di sektor pertanian Sumatra Utara. Secara historis, La Nina berperan mendorong inflasi di Sumatra Utara.

La Nina merupakan anomali iklim laut yang berpotensi meningkatkan jumlah curah hujan di sebagian besar wilayah. Dilansir dari laman resmi Badan Meteorologi Klimatolgi dan Geofisika, Bmkg.go.id, dampak La Nina di Indonesia bergantung pada musim, wilayah dan kekuatan La Nina sendiri. BMKG mencatat saat ini sedang terjadi fenomena La Nina di Samudera Pasifik dengan intensitas sedang (moderate).

Tingginya curah hujan memengaruhi produksi komoditas di Sumatra Utara. Bank Indonesia mencatat bterdapat beberapa daerah produsen komoditas pertanian berisiko mengalami gagal panen akibat La Nina.

Laporan Perkembangan Inflasi Sumatra Utara yang dikeluarkan Bank Indonesia Sumatra Utara pada awal November 2020 menunjukkan curah hujan di daerah Batubara diprediksi berada di atas normal (AN) pada November dan Desember mendatang. Sejalan dengan hal itu, panen cabai merah, padi berpotensi mengalami gagal panen. Jumlah tangkapan ikan di laut pun berpotensi menurun drastis.

Nelayan di Kota Medan juga terancam akan mengalami penurunan omzet untuk tangkapan ikan laut pada bulan November dan Desember karena curah hujan juga berada di level AN.

Pada bulan Desember diperkirakan mayoritas kota dan kabupaten di Sumut curah hujannya ada di level AN, kecuali Kabupaten Karo, Nias Barat, Padang Lawas Utara, Padangsidimpuan, Samosir, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Utara. Komoditas yang berpotensi gagal panen adalah tanaman hortikultura dan padi.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatra Utara Wiwiek Sisto Widayat menyatakan,, secara historis fenomena La Nina berisiko mendorong kenaikan harga komoditas inflasi utama. Wiwiek membandingkan fenomena yang terjadi di tahun ini dengan fenomena La Nina pada tahun 2016.

“Beberapa komoditas yang rentan terhadap curah hujan tingggi antara lain aneka cabai, ikan tangkap, dan hortikultura. Permintaan yang masih cenderung terbatas diperkirakan menahan laju inflasi,” ungkap Wiwiek, Jumat (13/11/2020).

Wiwiek menjelaskan fenomena La Nina pada bulan Juli hinga September tahun 2016 terdapat sepuluh kelompok komoditas volatile food (VF) yang mempengaruhi inflasi di Sumut, yaitu cabai merah, kentang, dencis, ikan kembung, cabai hijau, cabai rawit, tongkol. cumi-cumi, buncis, dan terong panjang. Kelompok komoditas VF tersebut pun tak menutup kemungkinan akan mempengaruhi inflasi di tahun ini.

Menurut Wiwiek, salah satu cara untuk menjaga kestabilan harga sehingga laju inflasi tertekan adalah dengan memaksimalkan Kerjasama Antar Daerah (KAD).

“KAD menjadi salah satu alternatif dalam memastikan tersedianya pasokan produk atau komoditas tertentu sehingga fluktuasi harga dapat diredam ketika suatu daerah tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri,” pungkas Wiwiek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper