Bisnis.com, PEKANBARU—Provinsi Riau menempati posisi ke-6 sebagai daerah tujuan investasi utama pada 2019, di bawah Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten. Padahal, kondisi Bumi Lancang Kuning pada tahun lalu tak dapat dikatakan kondusif mengingat terjadi lagi kebakaran hutan (karhutla).
Gubernur Riau Syamsuar pun mengajak kepada seluruh pihak untuk tidak membakar hutan pada tahun ini supaya posisi Bumi Lancang Kuning sebagai daerah tujuan investasi dapat terkerek.
"Saat 2019, kita dilanda kabut asap akibat karhutla tetapi investasi Riau berada di urutan ke 6 di tingkat nasional, apalagi kalau Riau tidak ada asap sama sekali. Mungkin bisa lebih dari itu," kata Syamsuar, Kamis (30/1/2020), seperti dilansir dari Laman Resmi Pemprov Riau, Senin (3/2/2020).
Kendati berada di posisi ke-6 sebagai daerah tujuan investasi secara nasional, Riau menempati posisi pertama di Pulau Sumatera atau mengalahkan Sumatera Utara dan Palembang yang dikenal sebagai daerah metropolitan.
Syamsuar melanjutkan untuk menarik investasi diperlukan suasana lingkungan yang aman dan kondusif. Karhutla yang menyebabkan kabut asap tebal disebutnya bakal menjadi ancaman yang dapat memengaruhi minat investor untuk masuk ke Bumi Melayu.
Adapun, Bank Indonesia Perwakilan Riau sempat menyebut omnibus law yang dikebut pemerintah pada 2020 juga dapat menjadi angin segar bagi iklim investasi di daerah-daerah termasuk Riau.
Decymus, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Prov. Riau, menyampaikan bahwa omnibus law itu dapat menyederhanakan pungutan, pajak, atau retribusi yang menghambat investasi di daerah.
Berdasarkan data Bank Indonesia Perwakilan Riau yang mengutip data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dari beberapa daerah, sektor pertambangan memiliki jumlah perizinan paling tinggi sebanyak 126 perizinan, disurul oleh pertanian dan transportasi yang masing-masing sebanyak 86 dan 45 perizinan.
“Pelaksanaannya kami masih perlu wait and see. Lihat dulu lah, tentunya dilihat juga bagaimana daerah bisa merespon peraturan dari pusat itu,” ujar Decymus sambil menambahkan dengan ada perbaikan di sisi perizinan yang saat ini ratusan banyaknya, diharapkan investasi akan ikut tergenjot.
Adapun, guna memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing, saat ini pemerintah sedang menyiapkan RUU Omnibus Law. RUU ini akan dimasukkan ke DPR sebagai sebagai strategi reformasi regulasi agar penataan dilakukan sekaligus terhadap banyak peraturan perundang-undangan.
Adapun, di sepanjang 2019, data sementara Bank Indonesia perwakilan Riau mencatat investasi dalam Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) merupakan kontributor terhadap pertumbuhan ekonomi daerah Riau sebesar 31,5%.
PMTB merupakan motor penggerak ekonomi kedua setelah konsumsi rumah tangga yang sebesar 35,1%. Selanjutnya, net ekspor berkontribusi sebesar 28,5% dan lain-lain sebesar 4,9% terhadap Pertumbuhan Domestik Regional Bruto (PDRB) Riau.
Menurut Decymus, investasi di Tanah Melayu memang baru segelintir tetapi nilainya mampu menyamai kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian yang ditopang oleh jumlah populasi.
“Tapi, perlu dicatat bahwa investasi yang besar itu bukan asing tapi dalam negeri yang besar di sini [Riau]. Ada [asing] tapi belum merupakan motor utama, motor utama masih PMDN [Penanaman Modal Dalam Negeri],” tutur Decymus.