Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Penyebab Kabut Asap Ekstrem di Palembang

Kabut asap ekstrem yang terjadi di wilayah Palembang hari ini merupakan dampak dari kebakaran hutan dan lahan di tiga kabupaten di Sumatera Selatan.
Sejumlah siswa SMP pulang lebih awal usai diumumkannya libur terkait kondisi kabut asap yang pekat di Palembang, Sumatra Selatan/Antara
Sejumlah siswa SMP pulang lebih awal usai diumumkannya libur terkait kondisi kabut asap yang pekat di Palembang, Sumatra Selatan/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Kabut asap ekstrem yang terjadi di wilayah Palembang hari ini merupakan dampak dari kebakaran hutan dan lahan di tiga kabupaten di Sumatera Selatan. 

Tiga kabupaten tersebut kata Kasubdit Penanggulangan Karhutla dari Direktorat Pengendalian Karhutla, Ditjen PPI, Radian Bagiyono, yakni Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Musi Banyuasin, dan Banyu Asin. 

Kondisi ini diperparah lantaran hujan belum turun di daerah Sumatera Selatan ditambah minimnya bibit awan untuk melakukan teknik modifikasi cuaca (TMC) dengan menghasilkan hujan buatan. Adapun untuk melakukan TMC bibit awan harus mencapai 70%.

"TMC belum berhasil. Karena kan Sulawesi Selatan kering, bibit awannya belum banyak, belum bisa jadi hujan," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (14/10/2019).

Kendati demikian, upaya pemadaman tetap dilakukan melalui jalur darat. Di OKI, KLHK bahkan memberi bantuan kendali operasi manggala agni dari Daop Lahat dan Banyu Asin. 

Sementara itu dia menerangkan hingga hari ini karhutla juga sedikit terpantau di Jambi, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. "Yang Riau sudah agak bersih. Jadi konsentrasi kami di Jambi, Sumsel Kalteng, dan Kalsel," tuturnya.

Hotspot juga masih terpantau di NTT, Sulawesi, dan Papua. Akan tetapi lahan yang terbakar berupa tanah mineral sehingga tidak menimbulkan kabut asap. Total hingga hari ini berdasarkan satelit NOAA kata Radian terdapat 183 hotspot, Terra/Aqua terpantau 186 hotspot.

Di sisi lain, data KLHK menunjukkan kenaikan jumlah hotspot periode 1 Januari-13 Oktober 2019 dibanding periode yang sama tahun 2018.

Berdasarkan satelit NOAA, hotspot pada periode 1 Januari-13 Oktober sebanyak 7.810 titik, meningkat 79,05% atau 3.448 titik dibanding periode yang sama pada tahun lalu sebanyak 4.362 titik.

Kenaikan tersebut juga dicatat Satelit Terra/Aqua (NASA) Conf. Level ≥80%. Pada periode tersebut tahun ini tercatat ada 23.882 titik panas. Jumlah ini meningkat 288,46% atau 15.603 titik pada periode yang sama tahun sebanyak 8.279 titik.

Hingga Agustus 2019, karhutla di seluruh Indonesia mencapai 328.742 hektare, terdiri dari lahan gambut 89.563 hektare di lahan gambut dan 239.161 hektare di lahan mineral.

Dalam upaya penanggulangan karhutla, hingga Minggu (13/10/2019) telah diturunkan helikopter dan pesawat sejumlah 48 unit untuk melakukan TMC dan water boombing.

Kegiatan water boombing hingga Jumat (11/10/2019) sebanyak 100.803 kali dengan air yang dijatuhkan sebanyak 371.168.768 liter air. Sementara TMC tercatat telah dilakukan 282 kali sorti dengan sebanyak 255.416 kg garam dan 13.300 kg kapur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Desynta Nuraini
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper