Riau Masih Siaga Karhutla, Ini Hal-hal yang Harus Diperhatikan Masyarakat

Meski status darurat pencemaran udara di wilayah Riau sudah dicabut, Pemprov Riau masih tetap dalam status siaga kebakaran hutan dan lahan.

Bisnis.com, PEKANBARU -- Meski status darurat pencemaran udara di wilayah Riau sudah dicabut, Pemprov Riau masih tetap dalam status siaga kebakaran hutan dan lahan.

Gubernur Riau Syamsuar mengatakan pemprov berharap kondisi di daerahnya menjadi stabil, dan bisa terus tujun hujan.

"Status siaga pencemaran udara sudah kita cabut, tapi status siaga darurat karhutla masih tetap sampai 31 Oktober 2019," ujarnya beberapa waktu lalu.

Data BMKG menyatakan Riau mendapatkan kiriman kabut asap pada September lalu, dari dua wilayah yaitu Jambi dan Sumatra Selatan.

Saat itu ada sekitar 1.790 titik api tersebar di Sumatra, khususnya dua provinsi Jambi dan Sumsel.

Dari karhutla itu kemudian kabut asapnya dibawa angin yang bergerak ke arah utara. Sehingga sampai ke wilayah Riau dan sekitarnya.

Asap karhutla ini berbahaya bagi kesehatan manusia, terutama pada kelompok yang rentan seperti ibu hamil, bayi, anak-anak, lansia, dan yang punya riwayat asma.

Dokter di Posko Asap Public Service Center 119 Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Riki Febrino mengatakan ada banyak risiko kesehatan yang ditimbulkan polusi udara dari kabut asap karhutla.


"Salah satu yang sering didengar adalah ISPA atau infeksi saluran pernafasan atas, penyakitnya itu seperti bronkitis, tonsilofaringitis juga bisa yaitu peradangan di saluran pernafasan atas," ujarnya baru-baru ini.

Karena itu di posko asap pada September lalu, banyak masyarakat yang mengungsi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan udara segar. Seperti ibu hamil, bayi, dan anak-anak.

Di posko itu dilakukan pemeriksaan awal kepada warga yang datang, lalu didiagnosa penyakit apa yang diderita akibat asap, dan memang paling banyak terserang ISPA.

Sementara itu bagi ibu hamil, Riki menegaskan bisa berakibat fatal kepada kehamilan yaitu terjadinya risiko bayi lahir secara prematur.

Selain itu Riki menyatakan berbagai penyakit akibat kabut asap tersebut, ternyata juga bisa ditimbulkan oleh hal lain, dan terjadi setiap harinya tanpa disadari masyarakat.

Pemicunya yakni akibat polusi udara yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor.

Gas berupa karbon ini berasal dari pembakaran mesin yang tidak sempurna, sehingga sisa gas itu terbuang dan mencemari udara sekitar.

Menurutnya gas buang ini bila semakin banyak, akan meningkatkan polutan di udara. Akibatnya saat udara tersebut dihirup manusia, akan berisiko terserang penyakit.

Bila dilihat dari sisi teknisnya, pembakaran yang tidak sempurna untuk jangka panjang, akan mendatangkan risiko besar kepada mesin kendaraan.

Erick Alexander, Final Checker di Workshop Mitsubishi Nusantara Pekanbaru mengaku setiap pabrikan mobil sudah menetapkan jenis bahan bakar yang sebaiknya digunakan oleh pengendara.

Dia menjelaskan tiap mesin itu dari pabriknya sudah ditetapkan berapa kadar octane number untuk mesin bensin atau cetane numbernya di mesin diesel, dan itu sudah dituangkan dalam regulasi pabrik yang tentu saja pengaruh utamanya ke performa mesin.

Dia mencontohkan untuk mesin diesel di Mitsubishi ada model All New Pajero Sport dan New Triton, sudah harus menggunakan bahan bakar Pertamina Dex, yang punya cetane number tinggi sebesar 53.

"Bisa menggunakan solar biasa atau bio solar, tapi akibatnya cukup fatal," ujarnya.

Akibat menggunakan jenis bahan bakar tidak sesuai ini menurut dia yaitu pertama mesin pasti tidak sempurna bekerja karena pembakarannya juga tidak sempurna. 

Kedua, gas buang yang dihasilkan mesin itu akan menjadi polusi udara karena besarnya sisa pembakaran tidak sempurna tersebut.

Erick menyarankan kepada pengguna kendaraan untuk dapat mengikuti regulasi yang sudah ditetapkan pabrikan, termasuk soal penggunaan bahan bakar minyak.

"Ikutilah ya aturan pabrikan, memang pasti lebih mahal di harga, tapi dampaknya ke kita itu umur pakai kendaraan menjadi lebih panjang, dan orang yang menghirup gas buang kita itu lebih safe," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : MediaDigital
Editor : MediaDigital

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper