Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kuartal III/2018, Iklim Usaha Diprediksi Belum Bergairah

Prediksi BPS terkait indeks tendensi bisnis pada kurtal III/2018 tidak akan setinggi capaian pada kuartal II/2018 diamini oleh para pelaku usaha. Iklim usaha pada kuartal III tahun ini diprediksi tidak akan begitu menggeliat, dan menimbulkan aura pesimisme yang harusnya bisa menjadi perhatian pemerintah.
Bisnis.com, JAKARTA – Prediksi BPS terkait indeks tendensi bisnis pada kurtal III/2018 tidak akan setinggi capaian pada kuartal II/2018 diamini oleh para pelaku usaha. Iklim usaha pada kuartal III tahun ini diprediksi tidak akan begitu menggeliat, dan menimbulkan aura pesimisme yang harusnya bisa menjadi perhatian pemerintah.
 
Adapun berdasarkan laporan Badan Pusat Statistika (BPS), indeks tendensi bisnis (ITB) pada kuartal II/2018 mencapai 112,82, atau lebih tinggi dari kuartal yang sama tahun lalu, mencapai 111,63.
 
Namun, BPS juga memprediksikan ITB akan kembali terkoreksi hingga 106,05. Adapun, beberapa indikator yang menjadi penilaian dalam ITB adalah pendapatan usaha, penggunaan kapasitas, dan rerata jumlah jam kerja.
 
Vice President Coorporate Communication Transmart Carrefour Satria Hamid mengatakan kuartal III/2018 merupakan waktu yang cukup menantang bagi pelaku usaha untuk dapat lebih ekspansif.
 
Menurutnya, meski geliat ekonomi yang diperkirakan membaik pada kuartal III/2018, masih belum dapat menumbuhkan gairah usaha.
 
Betapa tidak, dia mengatakan, pencapaian pada kuartal II/2018 bukan semata-mata karena di dorong oleh peningkatan penjualan, tetapi juga disebabkan oleh efesiensi besar-besaran yang dilakukan oleh pelaku usaha.
 
Belum lagi katanya, Transmart Carrefour selaku pelaku retail besar, mengambil peranan yang sangat besar dalam menjaga stabilitas harga pangan yang beberapa minggu lalu sempat mencuat.
 
Satria juga mengatakan, kuartal III/2018 akan menjadi lebih berat lagi jika pemerintah juga masih belum dapat mengendalikan depresiasi nilai tukar rupiah.
 
Disisi lain, katanya, pelaku ritel saat ini sedang menghadapi tantangan yang cukup berat diakibatkan dari shifting pola belanja masyarakat. “Masyarakat mungkin sudah mulai belanja baju, atau hal-hal leisure lainnya, tetapi belanja pokoknya sudah mulai dikurangi,” kata Satria, Selasa (7/8/2018).
 
Meski demikian, Satria tidak memungkiri, konsumsi masyarakat meningkat pada kuartal II/2018  cukup membantu menggairahkan dunia usaha. Namun, untuk menjadi pendorong semangat pelaku usaha, dia berharap pemerintah setidaknya dapat menjaga momentum konsumsi masyarakat tersebut.
 
Tanggapan berbeda disampaikan oleh, Penasihat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Handaka Santosa mengatakan, optimisme selama kuartal II/2018 akan berlanjut.
 
Menurutnya, bisnis-bisnis ritel masih akan merasakan pertumbuhan dua digit hingga akhir tahun. “Kami praktisi bisnis, di lapangan kami masih dapat merasakan pertumbuhan dua digit," katanya.
 
Meski demikian, Handaka tidak menampik adanya gejala ekonomi global yang cukup mengganggu perekonomian domestik, seperti depresiasi nilai tukar rupah dan isu perang dagang.
 
Namun, Handaka, yang juga selaku Direktur Utama Sogo Indonesia, mengatakan, hal-hal tersebut nyatanya tidak terlalu berdampak pada geliat ekonomi dalam negeri.  
 
Lebih lanjut, Handaka Berharap, pemerintah dapat menjaga optimisme peritel tersebut, sehingga dapat menyebar ke pelaku usaha lainnya.
 
Menanggapi hal tersebut, Direktur Institute for Developement of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, penurunan ITB pada kuartal III/2018, lebih disebabkan oleh tidak terstimulasinya industri dalam negeri.
 
Maksudnya, peningkatan konsumsi yang tinggi dijawab oleh besarnya impor barang konsumsi, sehingga produksi dalam negeri tidak begitu diuntungkan dalam menjawab peningkatan konsumsi masyarakat.
 
Bahkan, pelaku industri dan pelaku usaha dihadapkan dengan masalah tingginya inventory barang-barang yang tidak terserap oleh masyarakat. “Sehingga wajar kalau pelaku usaha pada kuartal berikutnya menjadi tidak bersemangat lagi,” katanya.
 
Selain itu, Enny menambahkan, meski pemerintah sering mempromosikan online single submission (OSS) untuk kemudahan berusaha, pelaku usaha di lapangan masih menemukan banyak permasalahan dari sisi perizinan. “iya ini anomali sebenarnya, harus jadi perhatian pemerintah.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : M. Richard

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper