Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sulit dapat Fasilitas Bea Masuk, Pengusaha Batam Tahan Ekspansi

Persyaratan mendapatkan fasilitas PMK 229/ 2017 dinilai masih terlalu sulit diterapkan di Batam.
Suasana pembuatan kapal di galangan kapal Batam, Senin (5/2/2018)./ANTARA-Wahyu Putro A
Suasana pembuatan kapal di galangan kapal Batam, Senin (5/2/2018)./ANTARA-Wahyu Putro A

Bisnis.com, BATAM – Persyaratan mendapatkan fasilitas PMK 229/ 2017 dinilai masih terlalu sulit diterapkan di Batam.

Hingga hari ini, belum ada satupun industri yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Dana ekspansi tertahan karena syarat menuju pasar dalam negeri masih terlalu berat.

“Sebenarnya sudah banyak yang menyediakan dana untuk ekspansi ke pasar dalam negeri. Tapi karena syarat yang diterapkan dalam PMK 229/2017 terlalu berat, mereka urung mengeluarkan dananya,” ujar koordinator HKI Kepri OK Simatupang di gedung KPW BI Kepri, Senin (3/4/2018).

Selama ini produk industri di Batam selalu dijual ke pasar ekspor.Kemudahan fasilitas FTZ yang membebaskan bea keluar dan masuk, PPN dan PPNBm membuat kawasan ini lebih condong berorientasi ekspor.

Sementara mengirim barang dari Batam ke daerah pabean di Indonesia harus memenuhi ketentuan kepabeanan layaknya ekspor barang. Sehingga sangat jarang industri di Batam menyuplai barang dari Batam langsung ke daerah pabean.

Sejak keluarnya PMK 229 tahun 2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian Atau Kesepakatan Internasional sejatinya memberi kemudahan bagi pelaku usaha dan industri di Batam.

Beleid tersebut memungkinkan pelaku usaha untuk mengekspor produk hasil industri ke daerah pabean lain di Indonesia tanpa dikenakan bea masuk sebesar 10 persen. HKI menyambut keluarnya PMK 229/ 2017, karena membuka peluang perdagangan dalam negeri jadi lebih terbuka.

Tapi ternyata aplikasi mendapatkan fasilitas tersebut berjalan semudah yang dibayangkan. Karena persyaratan untuk mendapatkan fasilitas tersebut sangat rumit. Kondisi ini membuat pengusaha yang tadinya ingin ekspansi pasar ke dalam negeri justru bersikap resistensi.

Salah satunya adalah kewajiban industri menyediakan IT Inventory yang dikoneksikan dengan sistem Bea Cukai secara online dan real time. Dengan sistem ini, Bea Cukai dimungkinkan memonitor pergerakan barang keluar masuk industri penerima fasilitas tersebut.

Namun membangun IT Inventory butuh biaya yang cukup besar. Standart platform IT Inventory yang diinginkan pemerintah juga belum jelas, karena tak ada aturan teknis yang memaparkan standart yang diminta.

“Kami setuju dengan sistem ini. Tapi kami minta platformnya dibuat oleh pemerintah. Sehingga ada standarisasi. Soal Set Up IT Inventory ini sampai sekarang belum ada titik temu,” ujarnya.

Ketentuan mengenai penyampaian konversi bahan baku menjadi barang jadi serta blueprint proses produksi juga disebut terlalu memberatkan. Ketentuan ini sebaiknya dihilangkan saja. Karena akan membuat persyaratan mendapatkan fasiltias tarif preferensi dari PMK 229/ 2017 semakin rumit.

“Jika syaratnya sederhana dan ramah investasi, saya yakin ini akan jadi daya tarik sendiri untuk Batam,” imbuhnya.

Rumitnya persyaratan ini membuat tarif preferensi tak menarik. Arus barang keluar dari Batam menuju daerah pabeanpun tak berkembang signifikan.

Awalnya HKI keluarnya PMK 229/2017 bisa mendorong mendorong tingginya lalu lintas barang dari Batam ke daerah pabean lain, yang juga sejalan dengan penurunan biaya angkut barang. Jika distribusi barang dari kawasan FTZ Batam menuju daerah pabean tak rumit, bisa mendorong tingginya arus barang yang mengalir dari Batam ke sejumlah daerah pabean di Indonesia.

Berdasarkan hitungan ekonomis pengusaha saat ini, menjual ke pasar dalam negeri lebih mudah dan murah melalui Singapura dibanding memanfaatkan fasilitas dalam PMK 229/ 2017. Disebabkan tingginya trafic pengiriman logistrik dari Singapura ke Jakarta.

“Dari Batam kontiniunitas tidak terjamin, ternyata harganya juga tidak murah,” jelasnya.

Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Kepri mengatakan, ekspor dalam negeri Kepri, khsuusnya Batam memang harus didukung regulasi yang tepat. Pasalnya, Kinerja Ekspor Kepri tak memberikan catatan yang memuaskan.

Pada tahun 2016 Net Ekspor Kepri tumbuh 8,27 persen. Namun catatan sepanjang tahun 2017 Net Ekpsor Kepri mengalami kontraksi -8,75 persen. Ekspor terkontraksi karena pelemahan ekspor antar daerah.

Kepala KPw BI Kepri Gusti Raizal Eka Putra mengatakan, kinerja Ekspor di tahun 2018 bisa semakin bergairah jika didukung oleh regulasi yang tepat. Salah satunya adalah mendorong percepatan implementasi PMK 229/ 2018.

“Jika implementasinya tepat, kita berharap ini bisa mendorong ekspor antar daerah kita,” jelasnya.

Perihal implementasi PMK 229/ 2017 ini juga menjadi perhatian BP Batam. Dalam beberapa kesempatan, rumitnya syarat mendapatkan fasiltias tarif Preferensi sudah disampaikan kepada Menko perekonomian sebagai ketua Dewan Kawasan.

“Kami sudah sampaikan mengenai kompleksitas pemenuhan persyartannya,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper